Read more: Cara Membuat Buku Tamu Blog Tanpa Di Klik Terbuka | HTC Community http://ojelhtc.blogspot.com/2011/12/cara-membuat-buku-tamu-blog-tanpa-di.html#ixzz1jgdR8Dsm Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike

Rabu, 01 Februari 2012


MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM YANG SERING DI GUNAKAN DI INDONESIA
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM YANG SERING DI GUNAKAN DI INDONESIA


Melongok kondisi Indonesia jika membicarakan pendidikan apalagi persoalan kurikulum untuk saat ini sangat kompleks. Beragam kurikulum yang pernah ada di Indonesia ternyata masih belum mampu memberikan solusi yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kondisi seperti itu seiring dengan di tandai oleh rendahnya mutu kelulusan, fasilitas dan sarana yang kurang memadai, serta banyak hal lain yang melingkupi problematika pendidikan kita. Begitu kompleksnya problem pendidikan di Indonesia berujung kepada keprihatinan terhadap kualitas sumber daya manusianya. Sebagai catatan Human Development Report tahun 2003 versi UNDP menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan 112, jauh di bawah Filipina (25), Malaysia (58), Brunai Darussalam (31) dan Singapura (28). Kenyataan seperti ini mengharuskan bangsa Indonesia untuk melakukan pembenahan-pembenahan, khususnya sektor pendidikan. Karena dengan pendidikan itu akan mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, mandiri serta mampu menghadapi beragam tantangan zaman.
Kurikulum sebagai rancangan, disaign dengan segala bentuk materi, pelaksana, fasilitas dan sebagainya yang mampu membentuk dan mencetak generasi atau SDM yang sesuai dengan cita-cita atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini menunjukkan peran penting kurikulum demi kemajuan bangsa. Akan tetapi, konsep atau sketsa kurikulum yang ideal tanpa didukung oleh pelaksana yang handal dan segala fasilitas yang memadai tentu nonsen akan menghasilkan mutu yang bagus sesuai harapan.
Dalam kaitanya dengan kurikulum ini perlu kita ketahui bahwa berdasarkan perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia telah terdapat beberapa kurikulum yang pernah dilalui dan itu telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan kondisi saat itu, di antaranya: tahun 1947, 1952, 1968, 1984, 1994 dan tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
a. Kurikulum 1968 dan sebelumnya
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
b. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut:
 a) Berorientasi tujuan
*
Menganut
* pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
 b) Menekankan kepada efisiensi dan efektifitas dalam hal daya dan waktu.
*
* Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan prosedur pengembangan sistem instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
 c)Dipengaruhi pseikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang jawab) dan latihan (drill).
*
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratkan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
c. Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya sebagai berikut:
Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang berlum tertampung ke
* v dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampan anak didik.
* v
Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaanya di sekolah.
* v
 Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan di setiap jenjang.
* v
v Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang* pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk pendidikan luar sekolah.
Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
* v
Atas dasar perkembangan itu, maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi. Oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari
Ø oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
 Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik
Ø melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotor.
 Materi pel
Øajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
 Menanamkan pengertian terlebih dahulu
Ø sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
 Materi
Ø disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
 Menggunakan pendekatan
Ø keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.

d. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
 Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
v
 Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
v
v Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
 Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya
v memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
 Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya
v disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
v Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
 Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
v
o Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
 Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
v
v Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di ats saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
 Penyempurnaan kurikulum secara
Ø terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Ø Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
 Penyempurnaan
Ø kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Ø Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
 Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam
Ø mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
e. Kurikulum 2004
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
 Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
Ø
 Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Ø
 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Ø
 Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Ø
 Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Ø
Untuk itu, agar KBK mampu konsisten dan valid dalam operasionalnya, terdapat beberapa asumsi-asumsi yang mampu tercapainya hal tersebut:
 Banyak sekolah yang memiliki sedikit guru profesional dan tidak mampu melaksanakan pembelajaran secara optimal.
v
v Banyak sekolah yang hanya mengoleksi sejumlah mata pelajaran dan pengalaman, sehingga mengajar diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi yang terdapat dalam setiap mata pelajaran.
 Peserta didik
v bukanlah tabung kosong atau kertas putih yang dapat diisi atau ditulis sekehendak guru, melainkan individu yang memiliki sejulah potensi yang berlu dikembangkan.
 Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan
v bervariasi, dalam hal tertentu memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain, mungkin biasa saja, bahkan rendah.
 Pendidikan berfungsi
v mengkondisikan lingkungan yang membantu peserta didik mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki secara optimal.
 Kurikulum sebagai
v rencana pembelajaran harus berisi kompetensi-kompetensi potensial yang tersusun secara sistematis, sebagai jabaran dari seluruh aspek kepribadian peserta didik.
 Kurikulum sebagai proses pembelajaran
v harus menyediakan berbagai kemungkinan kepada seluruh peserta didik untuk mengembangkan berbagai peristiwanya.
f. Kurikulum 2006
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
 Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
v
 Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
v
 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
v
 Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
v
 Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. .
v
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya
Dari berbagai kurikulum yang dilalui oleh Indonesia ini, kiranya dapat ditelisik bahwa kurikulum tersebut mengalami pembaharuan dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan kondisi zaman yang menuntut memang suatu kurikulum harus berubah ataukah terdapat suatu presser dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan? Problem seperti ini bukan suatu hal baru bagi pendidikan kita. Pada era sebelum reformasi banyak kalangan, para pakar pendidikan mengkritik hal itu dengan istilah ganti menteri, ganti kebijakan. Tetapi untuk saat ini, akankah hal tersebut terjadi pula? Jika pendapat tokoh pendidikan Ki Supriyoko sebagaimana tersebut sebelumnya, bahwa pergantian kurikulum biasanya terjadi sepuluh tahun kemudian dari kurikulum sebelumnya, namun jika kita menyoroti KBK ke KTSP atau kurikulum 2004 ke kurikulum 2006 menunjukkan kurang dari sepuluh tahun, tentu akan muncul suatu pertanyaan, mengapa?
Kalau kita mencermati secara mendalam implementasi KBK pada tingkat grassroot, yakni sekolah sebagai pelaksana dari KBK tersebut. Pada kenyataanya tidak setiap sekolah sudah mampu melaksanakan KBK ini, bahkan mungkin sekolah tersebut masih taraf trial and error terhadap KBK. Karena kurangnya dukungan dari SDM sekolah tersebut yang belum menguasai tentang KBK. Nah, apakah ini tidak secara langsung menunjukkan bahwa penentu kebijakan tersebut terlalu tergesa-gesa dalam mengadakan perubahan, tanpa harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, misal ketidaksiapan para tukang didik (pendidik/guru) yang akan terjun langsung mengoperasikan mesin pendidikan. Karena suatu konsep yang ideal tetapi belum mampu teraplikasikan dalam realita akan menghasilkan suatu kesia-siaan. Tentu menjadi renungan bagi kita.
Menurut, S. Nasution bahwa pembaharuan kurikulum mengikuti dua prosedur, yaitu Administrative approach dan grass roots approach. Administrative approach, yaitu suatu perubahan atau pembaharuan yang direncanakan oleh pihak atasan untuk kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-guru, jadi from the top down, dari atas ke bawah, atas inisiatif para administrator. Yang kedua, grass roots approach, yaitu yang dimulai dari akar, from the bottom up, dari bawah ke atas, yakni dari pihak guru atau sekolah secara individual dengan harapan agar meluas ke sekolah-sekolah lain. Namun, pola seperti itu bergantung kepada pengelolanya, yakni pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Dan bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Kita tentu dapat obyektif dalam mencermatinya.


Rabu, 25 Januari 2012

Pengaruh Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber Daya Alam

Pengaruh Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi
Sumber Daya Alam

Kata Pengantar

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pengaruh Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber Daya Alam”.Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :
1.      Dosen Pengampu Mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam
2.      Rekan-rekan semua di Kelas B Pendidikan Ekonomi Semester III.
3.      Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis, baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini
4.      Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamin
                                                                                                      Jambi, 28 Desember 2011
                                                                                                     
                                                                                                      Penulis
Daftar Isi








BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan berbagai bencana alam yang datang silih berganti tiada henti. Peristiwa terakhir yang kita saksikan adalah bencana banjir bandang yang terjadi di Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, tsunami di Mentawai, dan letusan Gunung Merapi. Di lain tempat tak jauh dari kita, bisa kita lihat Jakarta yang kini berada dalam ancaman banjir yang bisa terjadi setiap saat.
Beberapa peneliti pun bahkan telah memprediksi, jika tidak ada upaya substansial yang dilakukan secara radikal, maka dalam kurun waktu yang tak lama lagi sebagian besar wilayah Jakarta yang juga merupakan simbol dari negara ini akan segera tenggelam. Melihat fenomena ini, sudah saatnya kita tidak mencari kambing hitam ketika bencana alam atau lebih tepatnya bencana ekologis terjadi. Karena jika kita menyadari, bencana-bencana tersebut terjadi bukan saja karena fenomena alam, melainkan sedikit banyak kita juga berkontribusi dalam mempercepat terjadinya bencana tersebut.
Sebagai negara yang dikaruniani kekayaan alam yang melimpah, Indonesia memang membutuhkan hasil ekstraksi dari sumber daya daya alam tersebut dalam membangun ekonominya. Secara teoritis, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan telah lama menjadi perdebatan yang cukup krusial.
Teori ekonomi tradisional menyebutkan adanya trade-off antara pembangunan ekonomi dan kesinambungan sumberdaya alam/lingkungan hidup. Pertanyaan-pertanyaan mengenai mengenai trade-off antara pembangunan ekonomi dan konservasi sumber daya alam (SDA) juga semakin mengemuka terutama di negara-negara berkembang di kawasan Asia, Amerika Latin, dan Afrika yang umumnya masih mengandalkan potensi sumber daya alam (SDA) seperti hutan dan pertambangan bahan-bahan mineral sebagai sumber pendapatan ekonomi (Lee et al, 2005).
Upaya menyeimbangkan kepentingan untuk pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan merupakan hal yang tak mudah dalam praktik. Feiock dan Stream (2001) menyebutkan bahwa banyak pemimpin di dunia dihadapkan pada pilihan yang rumit antara menjaga kelestarian lingkungan dan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, Feiock dan Stream (2001) dalam studinya mengenai dampak kebijakan lingkungan terhadap investasi swasta di 50 negara bagian di AS dalam kurun 1983-1994 menyebutkan bahwa tingkat investasi swasta dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan dengan regulasi lingkungan yang dapat mengurangi ketidakpastian.
Hasil kesimpulan studi mereka juga menyebutkan, konflik kepentingan antara bisnis dan kepentingan lingkungan memang tak bisa dihindari. Beberapa unsur tertentu dari regulasi lingkungan mungkin akan menciptakan disentif bagi kegiatan ekonomi, namun secara umum kebijakan lingkungan yang dibarengi dengan reformasi kelembagaan pada institusi yang berwenang dalam mengawasi kelestarian lingkungan hidup justru akan mendorong investasi dan mempercepat pembangunan ekonomi. Tentunya investasi yang dimaksud tidak hanya bersifat mengeruk SDA tanpa kendali, namun harus memberikan manfaat bagi pengembangan modal fisik dan insani sekaligus tetap memperhatikan kaidah kesinambungan SDA dalam jangka panjang.
Eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam juga akan menimbulkan biaya yang jauh lebih besar ketimbang dari manfaat ekonomi yang bisa kita ambil ketika "mother nature fights back" dalam bentuk bencana alam dan dampak kerusakan lingkungan terhadap kelangsungan kehidupan manusia. Apalagi saat ini kita telah mulai merasakan dampak perubahan iklim yang semakin nyata dengan semakin tidak jelasnya batasan antara musim penghujan dan musim kemarau.
Kita bisa lihat akibat perubahan iklim dengan semakin seringnya terdengar berita gagal panen petani atau rusaknya tanaman mereka akibat iklim yang semakin tak menentu. Dampak dari perubahan iklim akibat kurang bijaksananya kita dalam mengeksploitasi SDA (misalnya pembabatan hutan yang tak terkendali) dan manajemen pengelolaan lingkungan hidup yang tidak memperhatikan kaidah kesinambungan (sustainability) tentunya akan sangat berpengaruh dalam mempercepat kehancuran alam tempat kita berpijak.
Jika alam sudah tak bersahabat dan bencana semakin sering tejadi, maka hal ini pun akan berdampak terhadap kita utamanya masyarakat yang masih hidup di bawah ambang batas kemiskinan di pedesaan dan kawasan terpencil yang masih menggantungkan hidupnya kepada pertanian. Selain itu, eksploitasi SDA yang kurang bijaksana akan menyebabkan hilangnya ecosystem service seperti udara bersih dan segar, air bersih, dan keseimbangan ekosistem yang turut menopang keberlanjutan kehidupan manusia.
Berdasarkam pembahasan di atas maka judul makalah yang saya ambil adalah ‘’ Pengaruh Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber Daya Alam “.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka penulis mencoba membuat identifikasi permasalahan terhadap penelitian yang dilakukan oleh penulis sebagai berikut :
1.
Bagaimana Pengaruh Berbagai Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber Daya Alam ?
    2. apakah yang dimaksud Konsevasi, Deplisi Dan Persediaan Cadangan Sumber Daya Alam ?

1.3  Tujuan

Dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar  Pengaruh Berbagai Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber Daya Alam.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa/i tentang pentingnya Pengaruh Berbagai Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber Daya Alam di suatu Negara.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan meliputi: latar belakang, perumusan masalah, tujuan, mamfaat dan sistematika penulisan
BAB II Menguraikan teori yang berhubungan dengan konservasi  SDA,.
BAB III Menguraikan pembahasan atas Pengaruh Berbagai Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber Daya Alam
BAB VI Penutup meliputi: Kesimpulan dan saran

 













BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Konservasi Sumber Daya Alam

Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan.
Sedangkan menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah :
  • Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.
  • Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam
  • (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.
  • Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
  • Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.
Di Indonesia, berdasarkan peraturan perundang-undangan, Konservasi [sumber daya alam hayati] adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Cagar alam dan suaka margasatwa merupakan Kawasan Suaka Alam (KSA), sementara taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Cagar alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Suaka margasatwa mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwanya.
Taman nasional mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman hutan raya untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata alam dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

BAB III

3.1  Pengaruh Berbagai Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber Daya Alam

            Variabel ekonomi yang mempengaruhi konservasi sumberdaya alam diantaranya, tingkat bunga, preferensi waktu, pendapatan, sewa, ketidakpastian, pajak, kebijakan harga, hak penguasaan (property Right), stabilitas ekonomi dan bentuk pasar. Bagaimana variabel tersebut mempengaruhi konservasi sumberdaya alam, akan dibahas pada penjelasan di bawah ini :

1.      Tingkat Bunga

Tingkat bunga adalah variabel yang paling konsisten mempengaruhi konservasiTingkat bunga digunakan dalam melakukan perencanaan sumberdaya alam untuk membuat manfaat sosial bersih di masa datang dan dapat dibandingkan satu dengan lainnya selama satu interval waktu. Manfaat dimasa datang itu didiskonto sehingga kita dapat mengetahui nilai sekarangnya atau present value. Artinya, dengan tingkat suku bunga yang positif manfaat sosial neto di masa datang yang sama besarnya tetapi dengan interval waktu yang berbeda, nilainya akan turun dengan semakin jauhnya jarak waktu dari saat diambilnya suatu keputusan.
Jika terjadi kenaikan dalam tingkat bunga akan berarti adanya suatu penurunan yang bersifat progresif dalam nilai sekarang dari manfaat neto. Progresifitas ini bersifat proporsional dengan jarak waktu sebagai akibat dari kenaikan tingkat bunga, seorang pengelola akan mencoba mengubah distribusi waktu dari penerimaan bersih ke arah masa kini, ini dapat dilaksanaka dengan mendistribusikan biaya ke arah masa yang akan datang. Sehingga kenaikan tingkat bunga cenderung mengubah distribusi tingkat penggunaan sumberdaya alam ke arah masa sekarang tindakan ini dikenal dengan istilah deplisi. Sebaliknya jika suatu penurunan tingkat bunga akan berakibat adanya tindakan konservasi yaitu distribusi penggunaan sumberdaya alam dengan arah ke masa yang akan datang dalam arti kongkrit sebagai bagian dari tindakan konservasi. Dalam pemerintahan biasanya dalam perencanaanya menggunakan tingkat bunga sosial atau dikenal dengan istilah social rate of interest.

2.      Masalah Ketidakpastian

Ketidakpastian, adalah sesuatu yang nyata adanya berbentuk harapan terhadap penerimaan dan biaya yang seringkali diperkirakan dengan probabilitas kurang dari satu. Para pembuat keputusan akan menerima ketidakpastian dengan beragam konsekuensi :
1) Menerima ketidakpastian seluruhnya sehingga memperkecil kemungkinan menerima pendapatan bersih dan dalam jumlah yang lebih kecil.
2) Menerima ketidakpastian dengan melakukan hedging artinya produsen sumberdaya alam menggeser beban ketidakpastian kepada ahlinya yaitu para spekulan yang sudah profesional. Melalui tindakan ini, ketidakpastian dalam penerimaan dan dalam biaya dapat diperkecil
3) Ketidakpastian diterima dengan meningkatkan flesibilitas dalam perencanaan
Umumnya ketidakpastian terhadap suatu harapan meningkat dengan semakin lamanya waktu. Semakin jauh terjadinya harapan itu dari saat sekarang akan semakin tinggi derajat ketidakpastian tersebut.

3.      Perpajakan

Dalam konservasi sumberdaya alam, pajak mempunyai peranan yang penting. Variabel ini sering dapat digunakan dengan lebih mudah dan lebih efektif dalam kebijakan konservasi. Apabila suatu jenis pajak baru diberlakukan perlu diketahui bagaimana pajak itu didistribusikan sepanjang waktu dan bagaimana hubungan antara berbagai tingkat penggunaan sumberdaya alam pada interval waktu yang berbeda dipengaruhi oleh pengenaan pajak itu.
            Pada umumnya pajak menyebabkan harga barang sumberdaya alam turun dan memicu timbulnya keputusan untuk konservasi dan sebaliknya bila pajak menyebabkan harga barang sumberdaya alam naik akan menimbulkan keputusan untuk deplisi. Oleh karena itu, pajak “tidak langsung” yang memiliki sifat beban pajaknya dapat digeserkan sebagian atau seluruhnya kepada pembeli akan dapat meningkatkan harga barang sumberdaya alam, akan tetapi penerimaan produsen barang sumberdaya alam tetap berkurang sebesar proporsi beban pajak yang ditanggungnya, hal ini dapat mendorong konservasi sedangkan “pajak langsung” yang mempunyai sifat beban pajaknya tidak dapat digeserkan kepada pembeli akan cenderung lebih menimbulkan keputusan konservasi. Sesungguhnya, ini berkaitan dengan perubahan pendapatan dalam jangka pendek akan cenderung mendorong konservasi, sedangkan bila kebijakan itu berakibat menaikkan pendapatan dalam jangka pendek akan cenderung menimbulkan keputusan deplisi.

4.      Pengaruh Kebijakan Harga

Perubahan harga barang baik input maupun output dapat mempengaruhi keputusan konservasi secara merata sepanjang periode perencanaan dan pengaruhnya tidak meningkat dengan berkembangnya waktu seperti halnya pada perubahan tingkat bunga dan ketidakpastian. Perubahan harga yang merata pengaruhnya sepanjang periode perencanaan tidak akan memberikan dorongan untuk mengubah distribusi waktu tingkat penggunaan sumberdaya alam ke arah deplisi atau konservasi.
Keterhubungan tingkat penggunaan sumberdaya alam melalui penerimaan marginal dan biaya marginal dapat berbeda-beda tergantung macam masukan dan macam produk yang dipengaruhinya. Contohnya, akan berbeda akibatnya tehradap keputusan untuk konservasi bila terdapat perubahan harga pupuk dan atau perubahan harga bajak yang harus dipakai oleh petani. Dalam hal saling keterhubungan dalam tingkat penggunaan lewat penerimaan pada umumnya penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui atau yang pulih seperti pertanian, ladang penggembalaan dan kehutanan tidak memiliki hubungan dalam penerimaan untuk semua interval. Dalam hal ketergantungan lewat biaya produksi dapat dianggap bahwa perubahan harga akan memperkuat atau memperlemah komplementaritas atau persaingan lewat biaya sepanjang seluruh periode perencanaan.
Dalam pertanian tumpangsari terdapat tanaman yang bersifat memperkuat komplementaritas atau memperlemah persaigan dalam biaya produksi dan ada pula tanaman yang biasanya memperlemah komplementaritas atau memperkuat persaingan dalam biaya. Contohnya, rumput gajah untuk makanan ternak contoh lainnya tanaman tembakau atau tanaman kapas. Tanaman rumput gajah bersifat konservasi dan tanaman tembakau dan kapas bersifat deplisi terhadap sumberdaya tanah. Apabila kenaikan harga membawa perluasan tanaman rumput gajah maka hal ini bersifat konservasi. Tetapi apabila perluasan tanaman rumput menggantikan tanaman kayu hutan maka sifatnya adalah deplisi. Perluasan tanaman tembakau cenderung bersifat deplisi namun jika tembakau mengganti tanaman padi-padian maka akan bersifat konservasi.

5.      Ketidakstabilan Ekonomi

Ketidakstabilan ekonomi selalu dihadapi oleh beragam pelaku industri karena memang merupakan bagian dari proses produksi.  Ketidakstabilan itu dapat timbul dalam hal panenan karena keadaan cuaca yang tidak menentu.  Ketidakstabilan akan meningkatkan peluang ketidakpastian dalam proses produksi sehingga akan mempengaruhi keputusan konservasi.  Ada empat macam akibat yang ditimbulkan oleh adanya ketidakstabilan ekonomi, yaitu:
1)      Ketidakstabilan perekonomian meningkatnya peluang ketidakpastian untuk sebagian besar data yang dipakai dalam perencanaan produksi.  Semakin tidak stabil perekonomian akan semakin tinggi peluang ketidakpastian serta semakin tinggi pula tingkat deplisi sumberdaya alam
2)      Ketidakstabilan perekonomian akan berakibat mempertinggi suku bunga untuk uang yang dipinjamkan sehingga hal ini akan cenderung mendorong adanya deplisi
3)      Penurunan tingkat pendapatan yang terjadi selama masa deplisi dalam suatu gelombang konjungtur cenderung mempertinggi tingkat preferensi waktu para pemakai sumberdaya alam sehingga mendorong deplisi.
4)      Deplisi sumberdaya alam dapat terjadi bila suatu depresi perekonomian mengakibatkan berkurangnya suatu produksi.

6.      Bentuk Pasar


Dalam pasar yang bersifat persaingan sempurna tingkat penggunaan sumberdaya alam untuk masing-masing periode perencanaan yang berbeda tidak mempunyai hubungan dalam penerimaan, sehingga ketergantungan didalam penerimaan dapat diabaikan dalam kaitanya dengan keputusan konservasi.
Sedangkan tingkat penggunaan sumberdaya dalam pasar monopoli lebih sedikit daripada dalam pasar persaingan sempurna.. pasar monopoli akan cenderung bersifat konservasi dibanding dengan apabila pasar itu bersifat persaigan sempurna.


3.2 Konservasi, Deplisi Dan Persediaan Cadangan Sumber Daya Alam

3.2.1 Konservasi Sumber Daya Alam

          1. Konservasi SDA sebagai investasi
Upaya konservasi sumber daya alam selama ini nampaknya tenggelam di tengah gemuruh upaya eksploitasi besar-besaran yang tidak terkendali demi kepentingan sesaat. Pun kita bisa lihat bahwa utilisasi dari sumber daya alam yang kita miliki tidak sepenuhnya bisa dinikmati oleh rakyat dalam bentuk kemakmuran sebagaimana yang diamanahkan oleh konstitusi kita. SDA kita banyak dieksploitasi untuk kemudian diekspor ke negara lain dengan harga yang sangat murah karena kita tidak pernah menghitung biaya kerusakan alam yang diakibatkannya. Hasil dari pendapatan akan penjualan kekayaan alam kita pun tidak kemudian otomatis diinvestasikan untuk memperkuat akumulasi modal fisik dan modal manusia Indonesia. Kita bisa lihat bahwa kualitas Human Development Index kita masih rendah dibandingkan negara yang tidak memiliki kekayaan alam seperti yang dimiliki Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
Hampir sebagian besar pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan kekayaan kita tidak sepenuhnya berhasil ditransformasikan ke dalam bentuk penguatan akumulasi modal baik yang bersifat fisik maupun insani. Untuk itu, seyogianya kita sudah harus mulai berpikir bagaimana memanfaatkan SDA yang kita miliki dengan bijaksana dan berkesinambungan dan melakukan upaya konservasi yang sungguh-sungguh sebagai bentuk investasi jangka panjang.
Terkait dengan harmonisasi antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan, ada baiknya kita mencermati pesan dari Profesor Herman E Daly (2007), seorang guru besar di bidang ecological economics di University of Maryland yang patut kita camkan dan laksanakan terkait dalam hal pengelolaan SDA yakni pertama, membatasi pengunaan SDA yang menghasilkan limbah untuk tidak melewati ambang batas kemampuan biologis ekosistem dalam menyerapnya. Kedua, dalam mengeksploitasi SDA seyogianya tidak melampaui batas kemampuan ekosistem dalam meregenerasi SDA tersebut, dan, ketiga, dalam mengonsumsi SDA yang tak terbarukan, hendaknya jangan melampaui kecepatan dari pengembangan subsitusi sumber daya yang terbarukan.
Jangan sampai terjadi ketika semua potensi SDA kita habis terkuras dan pada saat yang sama hasil pengelolaan SDA tersebut tidak digunakan untuk penguatan human capital di mana ketika pengembangan SDM tidak teroptimalkan, maka kita akan mengalami keadaan sebagaimana pameo "sudah jatuh, tertimpa tangga pula". Jika kita mampu mengelola potensi SDA kita dengan bijaksana dan berkelanjutan sekaligus manfaat adanya SDA tersebut dapat dirasakan secara optimal bagi kesejahteraan segenap rakyat, tentunya kekayaan SDA yang kita miliki tersebut akan menjadi berkah dan bukan menjadi kutukan (resource curse). 
      2. Program Konservasi Sumber Daya Alam

Program ini bertujuan untuk melindungi sumber daya alam dari kerusakan dan mengelola kawasan konservasi yang sudah ada untuk menjamin kualitas ekosistem agar fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik.
Kegiatan pokok yang tercakup antara lain:
1. Pengkajian kembali kebijakan perlindungan dan konservasi sumber daya alam;
2. Perlindungan sumber daya alam dari pemanfaatan yang eksploitatif dan tidak terkendali terutama di kawasan konservasi, termasuk kawasan konservasi laut dan lahan basah, serta kawasan lain yang rentan terhadap kerusakan;
3. Perlindungan hutan dari kebakaran;
4. Pengembangan koordinasi kelembagaan pengelolaan DAS terpadu;
5. Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari ancaman kepunahan, baik yang ada di daratan, maupun di pesisir dan laut;
6. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam perlindungan dan konservasi sumber daya alam;
7. Perumusan mekanisme pendanaan bagi kegiatan perlindungan dan konservasi sumber daya alam;
8. Pengembangan kemitraan dengan perguruan tinggi, masyarakat setempat, lembaga swadaya masyarakat, legislatif, dan dunia usaha dalam perlindungan dan pelestarian sumber daya alam;
9. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam perlindungan sumber daya alam;
10. Pengembangan sistem perlindungan tanaman dan hewan melalui pengendalian hama, penyakit, dan gulma secara terpadu yang ramah lingkungan;
11. Pengkajian dampak hujan asam (acid deposition) di sektor pertanian;
12.Penyusunan tata-ruang dan zonasi untuk perlindungan sumber daya alam, terutama wilayah-wilayah yang rentan terhadap gempa bumi tektonis dan tsunami, banjir, kekeringan, serta bencana alam lainnya;
13. Pengembangan hak-paten jenis-jenis keanekaragaman hayati asli Indonesia dan sertifikasi jenis;
14. Pengembangan daya dukung dan daya tampung lingkungan;
15. Penetapan kriteria baku kerusakan; serta
16. Pengusahaan dana alokasi khusus (DAK) sebagai kompensasi daerah yang memiliki dan menjaga kawasan lindung.
      3.Konflik Konservasi SDA
Di ekosistem hutan, biasanya konflik konservasi muncul antara satwa endemik dan pengusaha HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Karena habitatnya menciut dan kesulitan mencari sumber makanan, akhirnya satwa tersebut keluar dari habitatnya dan menyerang manusia. Konflik konservasi muncul karena:
  1. Penciutan lahan & kekurangan SDA (Sumber Daya Alam)
  2. Pertumbuhan jumlah penduduk meningkat dan permintaan pada SDA meningkat (sebagai contoh, penduduk Amerika butuh 11 Ha lahan per orang, jika secara alami)
  3. SDA diekstrak berlebihan (over exploitation) menggeser keseimbangan alami.
  4. Masuknya/introduksi jenis luar yang invasif, baik flora maupun fauna, sehingga mengganggu atau merusak keseimbangan alami yang ada.
Kemudian, konflik semakin parah jika :
  1. SDA berhadapan dengan batas batas politik (mis: daerah resapan dikonversi utk HTI, HPH (kepentingan politik ekonomi)
  2. Pemerintah dengan kebijakan tata ruang (program jangka panjang) yang tidak berpihak pada prinsip pelestarian SDA dan lingkungan.
  3. Perambahan dengan latar kepentingan politik untuk mendapatkan dukungan suara dari kelompok tertentu dan juga sebagai sumber keuangan ilegal.

Kawasan konservasi mempunyai karakteristik sebagaimana berikut:
  • Karakteristik, keaslian atau keunikan ekosistem (hutan hujan tropis/'tropical rain forest' yang meliputi pegunungan, dataran rendah, rawa gambut, pantai)
  • Habitat penting/ruang hidup bagi satu atau beberapa spesies (flora dan fauna) khusus: endemik (hanya terdapat di suatu tempat di seluruh muka bumi), langka, atau terancam punah (seperti harimau, orangutan, badak, gajah, beberapa jenis burung seperti elang garuda/elang jawa, serta beberapa jenis tumbuhan seperti ramin). Jenis-jenis ini biasanya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
  • Tempat yang memiliki keanekaragaman plasma nutfah alami.
  • Lansekap (bentang alam) atau ciri geofisik yang bernilai estetik/scientik.
  • Fungsi perlindungan hidro-orologi: tanah, air, dan iklim global.
  • Pengusahaan wisata alam yang alami (danau, pantai, keberadaan satwa liar yang menarik).

3.2.2  Deplisi SDA

                Deplisi  adalah suatu cara pengambilan SDA secara besar-besaran.
Kepunahan SDA disebabkan :
·         Kapitalis
·         Kelompok miskin
1.  Pengaruh-pengaruh variabel ekonomi terhadap tingkat deplesi sumber daya alam dan degradasi lingkungan:
a. Tingkat bungan pasar meningkat berarti adanya suatu penurunan yang progresif dalam nilai sekarang dalam manfaat sosial netto. Progresif ini bersifat proporsional dengan jarak waktu. Sebagai akibat dari kenaikan tingkat bunga, seorang pengelola sumber daya alam akan mencoba mengubah distribusi waktu dari penerimaan bersih kearah masa kini. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mendistribusikan biaya kearah masa yang akan datang. Jadi kenaikan tingkat bunga cenderung mengubah distribusi tingkat penggunaan sumber daya alam kearah masa sekarang dan ini berarti suatu tindakan deplesi dan degradasi lingkungan, sebaliknya suatu penurunan tingkat bunga akan berakibat dengan adanya tindakan konservasi.
b.  Hak sewa pengelolaan sumber daya alam diperpanjang dari 20 tahun menjadi 30 tahun berarti dengan diperpanjangnya sewa pengelolaan sumber daya alam, maka kemungkinan diadakannya konservasi terhadap sumber daya alam menjadi lebih tinggi, ini berarti tingkat deplesi dan degradasi lingkungan dapat ditekan.
c.  Resiko untuk menyimpan sumber daya alam meningkat berarti adanya penundaan dalam pemanfaatan atau penggunaan sumber daya alam sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian, karena adanya ketidakpastian ini akan memungkinkan untuk pengambilan sumber daya alam oleh orang lain. Apabila ketidakpastian itu sangat besar, maka bagi pengambil keputusan perorangan akan cenderung untuk segera mengambil sumber daya alam itu, maka tidakan ini sangat bersifat deplesi yang mengakibatkan tingginya angka degradasi lingkungan.
d.  Tingkat inflasi turun dari sekitar 12 % per tahun menjadi 6 % per tahun berarti turunya harga barang/produk, kaitan naik-turunya harga dalam pengelolaan sumber daya alam adalah apabila harga barang/produk naik (tinggi) dalam hal ini inflasi naik, maka akan mendorong penggunaan sumber daya alam ke masa yang akan datang dan ini berarti adanya konservasi, namun apabila inflasi turun (harga produk/barang turun) maka akan menyebabkan meningkatnya deplesi sumber daya alam yang menggiring pada akan meningkatnya tingkat degradasi lingkungan.

3.2.3 Persediaan Cadangan Sumber Daya Alam

        Persediaan (cadangan)  adalah SDA yang sudah kita ketahui (identified) dan bernilai ekonomis. Keadaan persediaan Sumber Daya Alam erat kaitannya dengan penggolongan SDA yang dalam pembagiannya berdasarkan jenis sumber daya yang dikhawatirkan akan segera habis (punah) dan SDA yang tidak habis sekali pakai dan mampu bertahan dalam waktu yang lama.
Keadaan SDA satu dengan SDA lainnya berbeda-beda berdasarkan kuantitas SDA tersebut. Dilihat dari segi ekonomi SDA dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
1.Sumberdaya subekonomis Merupakan SDA yang mempunyai potensi untuk digunakan apabila diperlukan
2. Sumberdaya ekonomis
Sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomis dan sudah dikenal penggunaannya.
3.Sumberdaya yang tidak ekonomis
Sumberdaya yang ada di bumi namun belum bisa terpakai dan belum diketahui kegunaannya oleh manusia.
SDA yang secara geologis sudah diketahui macam dan banyaknya serta secara ekonomis sudah dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan manusia, maka inilah yang kemudian disebut sebagai persediaan sumberdaya alam (reserves). Cadangan akan meningkat bila :
        Ada penemuan baru (discovery)
        Peningkatan cadangan yang telah terbukti (extension)
        Revisi (revision) akibat kebutuhan informasi mengenai kondisi pasar dan teknologi baru
1.    Teori Pengambilan Optimum
        Ada dua syarat penting bagi suatu pengambilan yang optimum. Syarat efisiensi biaya yang harus dipenuhi bagi barang – barang umum adalah harga sama dengan biaya produksi marginal.
        Untuk sumberdaya alam syarat efisiensi akan terpenuhi bila harga barang sumberdaya sama dengan biaya produksi marjinal ditambah biaya alternative.
2.Keadaan Ekonomi yang Membatasi Penggunaan Sumber – Sumber Alam
Faktor – faktor yang mempengaruhi :
·         Tidak tersedianya faktor - faktor lain
Sumber – sumber alam bisa saja akan tetap berada di tempat atau tidak digunakan sepenuhnya karena tidak tersedianya faktor – faktor lain yang dibutuhkan untuk menunjang penggunaan sumber – sumber alam secara produktif.
·            Organisasi yang kurang baik
Kemajuan tidak dapat dicapai secara optimal apabila tidak didukung dengan pengorganisasian komunikasi yang efektif.
·         Distribusi yang tidak baik
Misalnya tidak ada transportasi yang baik, pengawasan pasar dan sebaginya akan menghalangi panen yang optimal.
·         Bentuk pasar yang tidak tepat
Adanya monopoli dan peraturan – peraturan pemerintah misalnya dapat menghalangi berdirinya industri – industri lokal ynag menggunakan bahan – bahan mentah dalam negeri. Sebaliknya harapan untuk memegang monopoli akan mendorong timbulnya usaha yang mengandung risiko yang meliputi perluasan sumber – sumber alam dan penemuan sumber – sumber baru. Mungkin akan menimbulkan inovasi dan lebih mengintensifkan penggunaan sumber alam yang tersedia.
·            Perubahan – perubahan biaya
Misalnya eksploitasi pada waktu yang lalu telah dapat menghasilkan keadaan yang baik bagi suatu negara, katakanlah telah dapat mengadakan spesialisasi di bidang hasil tertentu. Hal – hal semacam ini akan mnghalangi penggunaan sumber – sumber yang ada untuk menghasilkan barang – barang baru karena harus merubah macam – macam hal antara lain biaya – biaya pembuatan.
·            Ketergantungan pada ekspor
Pembelanjaan dan penerinan pemerintah sebagian terbesar tergantung pada ekspor. Sebenarnya bukan sifat berorientasi ke perdagangan luar negeri dari negara – negara yang sedang berkembang selalu mengganggu keadaan perekonomian dalam negeri, tapi karena relatif tidak fleksibelnya perekonomian dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam pasar dunia dan juga karena kurangnya macam hasil barang yang diekspor. Karena itu harus diusahakan pula disamping menambah banyaknya sumber alam juga menambah macam sumber alam yang dimiliki, kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan ekspor.

BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Konservasi adalah penggunaan SDA untuk kebaikan secara optimal dalam jumlah yang terbanyak dan jangka waktu paling lama (gifford Pinchot) atau suatu tindakan untuk mencegah pengurasan SDA dengan cara pengambilan yang tidak berlebihan sehingga dalam jangka panjang SDA tetap tersedia.
Tindakan Konservasi
                    Melakukan perencanaan terhadap pengambilan SDA
                    Eksploitasi SDA secara efisien dengan limbah sedikit mungkin
                    Mengembangkan SDA alternatif
                    Menggunakan unsur teknologi yang sesuai agar dapat menghemat dan tidak merusak lingkungan
                    Mengurangi, membatasi dan mengatasi pencemaran lingkungan
Deplisi adalah suatu cara pengambilan SDA secara besar-besaran.
Kepunahan SDA disebabkan :
                    Kapitalis
                    Kelompok miskin
Persediaan adalah SDA yang sudah kita ketahui (identified) dan bernilai ekonomis 

4.2.Saran

Sebaiknya kita memanfaatkan sumber daya alam Secukupnya dan berupaya melestarikan SDA tersebut agar dapat dinikmati anak cucu kita
           




DAFTAR PUSTAKA

-          Arsyad, Lincolin. (2004). Ekonomi Pembangunan. Yogakarta: Sekolah Tinggi Ekonomi YKPN
-          Sukanto Reksodiprodjo. 2000. Pengertian Produktivitas, Bumi Aksara, Jakarta.
-          Faustino Cardos, Gomes. Manajemen Sumber Daya Alam, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002.
-          Mathis dan Jackson. 2002.  Manajemen Sumber Daya Alam, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Salemba Empat.
-          Irawan, M. Suparmoko, 1995, Ekonomi Pembangunan, Edisi Lima, Cetakan ke Empat, Yogyakarta, Penerbit BPFE.
-          Mudrajad Kuncoro, 1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, masalah dan kebijakan. Cetakan pertama, unit penerbitan dan percetakan akademi manajemen perusahaan YKPN Yogyakarta.